Dongeng kumpulan kisah abu nawas kali ini akan membagikan tentang cerita lucu jenaka yang berjudul Abu Nawas Mengobati Sakit dengan Telur Unta.
Perlu diketahui, bahwa Hikayat Abu Nawas Mengobati Sakit dengan Telur Unta ini perlu Anda baca karena selain dikemas dengan nuansa yang lucu dan menggugah gelak tawa, sering kali dongeng Abu Nawas Mengobati Sakit dengan Telur Unta ini, mengandung poin-poin yang inspiratif dan berguna untuk kehidupan.
Langsung saja.... Simak kisahnya di bawah ini.
Cerita Abu Nawas Mengobati Sakit dengan Telur Unta
Pada suatu hari, baginda raja sedang didera sakit. Tabib kerajaanpun sudah dikerahkan, namun tak sanggup menyembuhkan sakitnya. Raja pun akhirnya membuat sayembara berhadiah dan Abu Nawas pun tidak mau ketinggalan untuk mengikuti sayembara berhadiah besar tersebut.
Inilah Kisahnya
Suatu hari Raja Harun Al Rasyid terkena penyakit yang sangat aneh. Tubuhnya terasa kaku dan pegal semua. Suhu badannya panas dan dia tak kuat untuk melangkah. Kondisi ini membuat sang raja tak nafsu makan sehingga sakitnya bertambah parah. Bermacam tabib sudah pada berdatangan untuk mengobatinya, namun tetap saja masih sakit.
Namun raja tak mau menyerah begitu saja. Tekadnya untuk sembuh sangatlah besar. Raja pun akhirnya membuat sayembara, barang siapa dapat menyembuhkan raja, maka dia akan mendapat hadiah. Berita sayembara itu pun didengar oleh Abu Nawas, dan ia pun tertarik untuk mengikuti sayembara itu.
Maka, tak berapa lama kenudian, ia pun berpikir kersa, memutar otak sebentar, kemudian pergi ke istana dan menghadap Raja Harun Al Rasyid.
Penyakit Aneh
Sang raja sangat terkejut begitu melihat Abunawas dan menawarkan diri untuk mengobati.
"Wahai Abu Nawas, setahuku kamu itu bukan seorang tabib, tapi mengapa engkau mengikuti sayembara ini?" tanya sang raja heran.
Mendengar ucapan rajanya, Abu Nawas hanya tersenyum saja. Dia berhasil meyakinkan raja bahwa dia emiliki kemampuan untuk menyemnbuhkan orang yang sakit. Pada awalnya sih sang raja tidak percaya akan penjelasan Abu Nawas tersebut. Namun bukan Abu Nawas kalau dia tidak bisa meyakinkan lawan bicaranya.
Kemudian Abu Nawas mulai mengadakan observasi dengan menanyakan sakit dan kondisi raja.
"Aku juga tidak tahu, tetapi aku merasa bahwa rasanya seluruh tubuhku terasa sakit dan badanku panas. Aku merasa lesu," keluh raja.
Mendengar keluhan raja itu, Abu Nawas sontak saja tertawa lebar.
Tentu saja Sang Raja tersinggung oleh olokan Abu Nawas itu.
"Tidak Paduka, kalau penyakit seperti itu sih gampang sekali menemukan obatnya," jelas Abu Nawas.
Raja pun kaget dan menanyakan nama obat dan dimana raja bisa memperolehnya.
"Obat itu adalah telur unta, Paduka Raja bisa mendapatkannya di kota Baghdad," jelas Abu Nawas.
Sang Raja yang kepingin cepat sembuh ini sangatlah antusias sekali. Pada keesokan harinya, Raja mencari obat tersebut dengan ditemani oleh pengawal dengan memakai busana rakyat biasa agar tidak dikenali oleh rakyatnya. Dia pun engunjungi hampir seluruh pasar yang ada di kota Baghdad.
Namun mereka tidak kunjung juga menemukan telur unta yang dicarinya. Raja pun tetap mengelilingi kota walaupun pengawalnya sudah tampak kelelhan yang amat sangat. Sang Raja tampak menggerutu sambil berencana memberikan hukuman kepada Abu Nawas jika ia tak bisa menemukan obat itu.
Sebelum kembali ke istananya, raja melihat seorang kakek yang membawa ranting.
"Tunggu Kek, bolehkah saya bertanya sesuatu?" cegat Raja Harun.
Mana Ada Unta Bertelur
Setelah bertatap muka, raja merasa kasihan melihat kakek itu dan menawarkan diri untuk membawakan kayu-kayu tersebut sampai ke rumah kakek. Setelah sampai rumah dan berbasa-basi sejenak, raja pun menanyakan tentang telur unta kepada kakek itu.
"Telur unta?" si kakek kemudian berpikir sejenak lalu tertawa lebar.
Si kakek menjelaskan bahwa di dunia ini mana ada telur unta. Setiap hewan yang memiliki daun telinga itu melahirkan, bukan bertelur, jadi mana ada telur unta. Raja dan pengawalnya tersentak kaget mendengar penjelasan kakek itu. Raja sangat murka dan merasa dirinya telah dipermainkan oleh Abu Nawas.
Pada keesokan paginya raja segera memanggil Abu Nawas untuk menghadap.
"Hai Abu Nawas, berani sekali kamu mempermainkan aku, bukannya unta tidak bertelur?" ujar sang raja yang kesal.
"Betul, Paduka," jawab Abu Nawas.
Mendengar itu, raja memerintahkan untuk memberikan hukuman berat kepada Abu Nawas.
"Tunggu, sebelum menghukum, bagaimana kondisi kesehatan Paduka?" tanya Abu Nawas.
"Aku baik, tubuhku tidak lemas dan tidak pegal lagi," jawab raja.
"Berarti saya berhasil menyembuhkan paduka ya, dan saya berhak untuk mendapatkan hadiah sayembara itu," ujar Abu Nawas yang tersenyum dengan riang.
Itulah cerita singkat humor sufi dari Hikayat Abu Nawas Mengobati Sakit dengan Telur Unta, semoga dengan adanya kisah jenaka dari Abu Nawas Mengobati Sakit dengan Telur Unta dapat menghibur Anda, juga memberi memberi inspirasi dalam kehidupan kita.
Biografi Abu Nawas
Bagi masyarakat muslim Indonesia, nama Abu Nawas atau Abu Nuwas juga bukan lagi sesuatu yang asing. Abu Nawas terkenal akan kelihaian dan kecerdikannya dalam melontarkan kritik-kritik tetapi dibungkus humor.
Abu Nawas dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik ia digambarkan sosok yang bijaksana sekaligus kocak. Ia sering ditantang oleh raja harun al rasyid maupun oleh teman temanya dengan hal yang aneh, lucu, jenaka, inspiratif, beresiko atau bahkan tidak mungkin terjadi seperti Kisah Abu Nawas Mengobati Sakit dengan Telur Unta, yang Anda baca di Atas.
Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Hani Al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Masa mudanya penuh yang kontroversi yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, disamping cita rasa kemanusiaan dan keadilan.
Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Alquran kepada Ya'qub Al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said Al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad As-Samman.
Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab Al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah.
Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.
Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.
Dalam Al-Wasith fil Adabil 'Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun Al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq Al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (Sya'irul Bilad).
Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya.
Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid Al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun Al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.
Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah. Dua bait syair di atas merupakan salah satu syairnya yang dapat dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa spiritual yang dalam.
Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun Al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan—tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.
Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.
Mengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti—yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad.