Kisah Abu Nawas Selamat dari Amarah Istri yang Jenaka dan Inspiratif

Dongeng kumpulan kisah abu nawas kali ini akan membagikan tentang cerita lucu jenaka yang berjudul Abu Nawas Selamat dari Amarah Istri.

Perlu diketahui, bahwa Hikayat Abu Nawas Selamat dari Amarah Istri ini perlu Anda baca karena selain dikemas dengan nuansa yang lucu dan menggugah gelak tawa, sering kali dongeng Abu Nawas Selamat dari Amarah Istri ini, mengandung poin-poin yang inspiratif dan berguna untuk kehidupan.

Langsung saja.... Simak kisahnya di bawah ini.

Cerita Abu Nawas Selamat dari Amarah Istri

Selamat dari Amarah Istri
Abu Nawas mempunyai kebiasaan pulang larut malam dan hal itu sangat menjengkelkan istrinya. Sang istri pun akhirnya membuat rencana untuk memberikan hukuman kepada Wan Abu. Dan...

Rencana terealisasi dengan sempurna, tapi anehnya Abu Nawas malah selamat dari rencana istrinya tersebut. Ternyata Abu Nawas Abu Nawas yang dipukuli istrinya itu merupakan seorang pencuri.

Bagaimana Kisahnya??

Inilah Kisahnya
Diam-diam, ternyata Abu Nawas memiliki istri yang pencemburu.
Pada saat Abu Nawas sering pulang larut malam, ia selalu marah-marah.

Pada suatu hari, Abu Nawas keluar rumah hingga larut malam. Hal itu membuat istrinya merasa gelisah dan emosi karena sudah berjam-jam menunggu di rumah. Ia pun tidak bisa tidur gara-gara Abu Nawas yang masih dalam tanda tanya. Bahkan istri Abu Nawas sudah menyiapkan suatu rencana untuk memarahi Abu Nawas ketika dia pulang nanti.

Waktu pun sudah menunjukkan larut malam, begitu gelap, namun Abu Nawas tetap saja tak kunjung kembali pulang. Tiba-tiba saja, dalam kondisi yang seperti itu, terdengar suara seperti orang yang hendak masuk dari jendela rumah yang terbuat dari kayu. Mendengar suara itu, istri Abu Nawas pun langsung siap siaga untuk melancarkan aksinya.

Dipukul Dengan Kayu
Ia menuju jendela sambil memegang sepotong kayu berukuran lumayan besar. Ia berfikir bahwa Abu Nawas sengaja masuk rumah melalui jendela karena takut didamprat istrinya. Tak lama kemudian, masuklah seseorang melalui jendela yang ukurannya relatif kecil.

Dalam kondisi yang gelap, wajah orang tersebut tak kelihatan.
Akan tetapi istri Abu Nawas yang sudah tersulut emosinya langsung saja memukulkan kayu ke orang tadi. Ia memukul secara membabi buta hingga membuat orang yang dikiranya suaminya itu jatuh tak berdaya.

"Ampun... Ampun...," ujar orang tersebut.

Tentu saja karena pukulan yang membabi buta yang dilakukan istri Abunawas tersebut membuat orang tadi terkapar di lanatai. Istri Abu Nawas pun merasa sangat puas dengan tindakannya ini. Ia menganggap bahwa tindakannya setimpal atas kesalahan suaminya, si Abu Nawas.

"Ayo cepat bagun, lain kali jangan diulangi lagi dengan pulang larut malam," kata istri Abu Nawas dengan nada membentak.

Eiit...setelah ditunggu beberapa menit, orang tersebut tak juga bangkit-bangkit. Maka mulailah istri Abu Nawas menjadi penasaran. Dalam pencahayaan yang kurang, ia mencoba melihat dengan seksama orang yang dipukulnya tadi.

Betapa kagetnya istri Abu Nawas, ternyata orang itu bukan suaminya. Ia tak mengenali wajah orang yang dipukulinya. Dalam kondisi itu, istri Abu Nawas menyebut orang itu sebagai seorang pencuri dan berteriak dengan keras.

"Ada pencuri...tolong...toloong...," teriak istri Abu Nawas.

Kontan saja teriakan istri Abu Nawas tersebut membuat para warga berhamburan keluar untuk menangkap pencuri. Tak lama kemudian, beberapa warga pergi ke rumah Abu Nawas. Mereka lantas meringkus pencuri yang sudah tidak berdaya di lantai.

Ikut Bangga dan Bersyukur
Para warga pun merasa kaget melihat kejadian itu. Ada seorang pencuri yang ditaklukkan oleh seorang wanita. Pencuri itu babak belur terkena pukulan dari istri Abu Nawas.

"Wah, hebat sekalai, pencuri ini sampai terbaring tak berdaya di lantai. Mungkin butuh berminggu-minggu agar bisa pulih kembali," kata salah satu warga.

"Maaf Pak, saya tak bermaksud menyakitinya, apalgi sampai separah itu. Hanya kekeliruan saja, Pak," kata istri Abu Nawas.
"Keliru bagaimana" tanya warga.
"Waktu itu, ia masuk melalui jendela dapur. Dan saya kira suami saya yang baru pulang berpesta dengan teman-temannya, makanya langsung saya gebuk," jelas istri Abu Nawas.

Tak berapa lama kemudian, Abu Nawas pun datang ditengah-tengah mereka.
Setelah mendengar cerita tentang seorang pencuri yang babak belur dihajar istrinya, ia pun tersenyum kecil dan bersyukur.

"Untung saja bukan saya yang dihajar, makanya jangan main pukul, beginalah akibatnya," kata Abu Nawas.

Namun demikian, Abu Nawas cukup bangga dengan keberanian istrinya yang sanggup melumpuhkan seorang pencuri.

Itulah cerita singkat humor sufi dari Hikayat Abu Nawas Selamat dari Amarah Istri, semoga dengan adanya kisah jenaka dari Abu Nawas Selamat dari Amarah Istri dapat menghibur Anda, juga memberi memberi inspirasi dalam kehidupan kita.

Biografi Abu Nawas

Bagi masyarakat muslim Indonesia, nama Abu Nawas atau Abu Nuwas juga bukan lagi sesuatu yang asing. Abu Nawas terkenal akan kelihaian dan kecerdikannya dalam melontarkan kritik-kritik tetapi dibungkus humor.

Abu Nawas dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik ia digambarkan sosok yang bijaksana sekaligus kocak. Ia sering ditantang oleh raja harun al rasyid maupun oleh teman temanya dengan hal yang aneh, lucu, jenaka, inspiratif, beresiko atau bahkan tidak mungkin terjadi seperti Kisah Abu Nawas Selamat dari Amarah Istri, yang Anda baca di Atas.

Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Hani Al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.

Masa mudanya penuh yang kontroversi yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, disamping cita rasa kemanusiaan dan keadilan.

Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Alquran kepada Ya'qub Al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said Al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad As-Samman.

Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab Al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah.

Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.

Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.

Dalam Al-Wasith fil Adabil 'Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun Al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq Al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (Sya'irul Bilad).

Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya.

Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid Al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun Al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.

Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah. Dua bait syair di atas merupakan salah satu syairnya yang dapat dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa spiritual yang dalam.

Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun Al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan—tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.

Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.

Mengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti—yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad.