Kisah Abu Nawas Sayembara Menaklukkan Gajah Berhadiah yang Jenaka dan Inspiratif

Dongeng kumpulan kisah abu nawas kali ini akan membagikan tentang cerita lucu jenaka yang berjudul Abu Nawas Sayembara Menaklukkan Gajah Berhadiah.

Perlu diketahui, bahwa Hikayat Abu Nawas Sayembara Menaklukkan Gajah Berhadiah ini perlu Anda baca karena selain dikemas dengan nuansa yang lucu dan menggugah gelak tawa, sering kali dongeng Abu Nawas Sayembara Menaklukkan Gajah Berhadiah ini, mengandung poin-poin yang inspiratif dan berguna untuk kehidupan.

Langsung saja.... Simak kisahnya di bawah ini.

Cerita Abu Nawas Sayembara Menaklukkan Gajah Berhadiah

Sayembara Menaklukan Gajah Berhadiah
Abu Nawas ini memang tak pernah kehabisan akal, sekalipun dengan mengikuti sayembara-sayembara. Seperti sayembara menaklukkan gajah hanya dengan tangan kosong. Atas upayanya tersebut, Abunawas mendapatkan hadiah berupa uang yang berlimpah.
Bagaimana kisahnya?

Inilah Kisahnya
Pada suatu hari Abu Nawas sedang berjalan-jalan, bersantai menikmati keindahan alam. Di tengah perjalanan, ia kaget karena melihat banyak orang bergerombol. Ia pun menhampiri kerumunan orang itu dan bertanya kepada salah seorang warga. Rasa penasaran, ada apa gerangan kiranya dengan kerumunan itu.

"Ada kerumunan apa di sana itu? " tanya Abu Nawas kepada salah seorang warga.
"Ada pertunjukan keliling yang melibatkan seekor gajah yang ajaib," jawab orang itu.
"Apa maksudmu dengan gajah ajaib itu? "tanya Abu Nawas penasaran.
"Gajah itu hanya tunduk kepada tuannya saja, dan lebuh menakjubkan lagi, gajah itu mengerti bahasa manusia, "jelas orang itu.

Penjelasan itu telah membuat Abu Nawas semakin tertarik dan penasaran. Ia tak tahan untuk menyaksikan keajaiban hewan raksasa itu.

Sayembara Berhadiah Uang
Selang beberapa menit, Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan warga. Para penonton antusias sekali, sehingga membuat sang pemilik gajah dengan rasa bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang mampu membuat gajahnya mengangguk-angguk.

Para penonton yang kepingin ikut pun maju satu persatu untuk mencoba peruntungannya. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk membuat gajah itu mengangguk-angguk, namun belum ada seorang pun yang menang.

Melihat kegigihan gajah itu, Abu Nawas semakin penasaran. Dia akhirnya mendaftar untuk mengikuti sayembara tersebut.
Kini giliran Abu Nawas yang maju menghadapi gajah ajaib itu. Tepat di depan gajah itu, Abu Nawas bertanya,
"Tahukah kamu, siapakah aku ini?"
Si gajah itu lansung menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Apakah kamu tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi.
Namun gajah itu tetap menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Apakah kamu takut kepada tuanmu? "tanya Abu Nawas lagi memancing.
Gajah itu mulai ragu, dia hanya diam saja.
"Bila kamu tetap saja diam, baik, akan aku laporkan kepada tuanmu, "ancam Abu Nawas.
Gajah tetap menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Oke, aku beri petanyaannya sekali lagi, apakah kamu takut kepada tuanmu? "tanya Abu Nawas sekali lagi.
Akhirnya gajah ajaib itu mengangguk-anggukkan kepalanya berulang kali. Tak pelak seluruh penonton bersorak sorai melihat kejadian ini.

Atas keberhasilan Abu Nawas yang membuat gajah itu mengangguk-angguk, maka dia mendapatkan hadiah berupa uang segebok. Tapi karena melihat si pemilik gajah muram dan marah, Abu Nawas hanya minta sebagian hadiahnya saja. Sedangkan yang sebagian lagi dikembalikan kepada sang tuan gajah.

Setelah itu, bubarlah pertunjukan sayembara itu yang dimenangkan oleh Abu Nawas. Abu Nawas pun pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan, dia berpikir untuk apa uang yang telah dihasilkan tersebut.
"Enaknya untuk apa ya uang sebanyak ini? "guman Abu Nawas dalam hati.

Terbersit dalam benak Abunawas untuk menyumbangkan uang itu ke rumah-rumah Allah SWT di desanya.

Demikian kisah gajah ajaibnya, nanti disambung lagi dengan balas dendan sang pemilik gajah kepada Abu Nawas. Lebih seru dan kocak tentunya.

Itulah cerita singkat humor sufi dari Hikayat Abu Nawas Sayembara Menaklukkan Gajah Berhadiah, semoga dengan adanya kisah jenaka dari Abu Nawas Sayembara Menaklukkan Gajah Berhadiah dapat menghibur Anda, juga memberi memberi inspirasi dalam kehidupan kita.

Biografi Abu Nawas

Bagi masyarakat muslim Indonesia, nama Abu Nawas atau Abu Nuwas juga bukan lagi sesuatu yang asing. Abu Nawas terkenal akan kelihaian dan kecerdikannya dalam melontarkan kritik-kritik tetapi dibungkus humor.

Abu Nawas dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik ia digambarkan sosok yang bijaksana sekaligus kocak. Ia sering ditantang oleh raja harun al rasyid maupun oleh teman temanya dengan hal yang aneh, lucu, jenaka, inspiratif, beresiko atau bahkan tidak mungkin terjadi seperti Kisah Abu Nawas Sayembara Menaklukkan Gajah Berhadiah, yang Anda baca di Atas.

Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Hani Al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.

Masa mudanya penuh yang kontroversi yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, disamping cita rasa kemanusiaan dan keadilan.

Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Alquran kepada Ya'qub Al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said Al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad As-Samman.

Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab Al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah.

Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.

Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.

Dalam Al-Wasith fil Adabil 'Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun Al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq Al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (Sya'irul Bilad).

Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya.

Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid Al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun Al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.

Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah. Dua bait syair di atas merupakan salah satu syairnya yang dapat dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa spiritual yang dalam.

Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun Al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan—tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.

Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.

Mengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti—yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad.