Kisah Abu Nawas Menipu Komandan Kerajaan yang Jenaka dan Inspiratif

Dongeng kumpulan kisah abu nawas kali ini akan membagikan tentang cerita lucu jenaka yang berjudul Abu Nawas Menipu Komandan Kerajaan.

Perlu diketahui, bahwa Hikayat Abu Nawas Menipu Komandan Kerajaan ini perlu Anda baca karena selain dikemas dengan nuansa yang lucu dan menggugah gelak tawa, sering kali dongeng Abu Nawas Menipu Komandan Kerajaan ini, mengandung poin-poin yang inspiratif dan berguna untuk kehidupan.

Langsung saja.... Simak kisahnya di bawah ini.

Cerita Abu Nawas Menipu Komandan Kerajaan

Kisah Abu Nawas Menipu Komandan Kerajaan
Hadir lagi si Abunawas dengan kisah yang berbeda kali ini.

Abu Nawas ini sebenarnya pernah ditangkap dengan tuduhan telah menipu komandan kerajaan.

Apakah Abunawas akan dihukum...

Jangan kemana-mana Simak kisah berikut ini.

AlKisah...
Pada suatu pagi hari, Abu nawas muda sedang duduk-duduk bersantai di teras rumahnya.
Beberapa saat kemudian, datanglah seorang komandan dengan beberapa prajuritnya.
Sang Komandan bertanya,
"Wahai anak muda, dimanakah aku bisa menemukan tempat untuk bersenang-senang di daerah sekitar sini?"
"Kalau tidak salah di sebelah sana," jawab Abu Nawas.

"Dimanakah tempat itu?" tanya salah seorang prajurit dengan sifat yang tidak menghargai.
"Pergilah ke arah sana, lurus tanpa belok-belok, maka kalian akan menjumpai tempat untuk bersenang-senang," jawab Abu Nawas.

Rombongan tentara kerajaan itu akhirnya pergi juga menuju tempat yang sudah ditunjukkan oleh Abu Nawas. Setelah beberapa saat, kagetlah mereka semua karena tempat yang mereka cari tidak ditemukan, kecuali hanya sebuah komplek kuburan yang sangat luas. Dan tentu saja hal ini membuat para tentara berang karena merasa telah ditipu oleh pemuda tersebut.

Mereka pun kembali lagi ke tempat Abu Nawas.

"Wahai anak muda, keluarlah engkau. Kenapa engkau berani sekali membohongi kami?" tanya Sang Komandan yang tidak tahu kalau yang diajak bicara itu sebenarnya adalah Abu Nawas, Si penasehat Kerajaan.
"Siapakah engkau ini? Berani sekali membohogi kami?" tanya salah seorang prajurit.
"Aku adalah ABDI," jawab Abunawas.

Komandan dan para prajurit merasa geram dan marah
"Prajurit...tangkap dia!!!" seru komandan.
"Engkau akan aku bawa ke Panglima kami," kata komandan.

Oh, rupanya Abunawas hendak dihadapkan ke panglima kerajaan mereka.
"Wahai Panglima, kami telah menangkap seorang pembohong yang berani membohongi pasukan kerajaan," kata komandan.
"Alangkah lancangnya si pemuda ini karena sudah berani berbohong," lanjut komandan.

Panglima bersikap biasa saja, malah dia bahkan memerintahkan kepada prajurit untuk melepaskan borgol yang ada pada tangan Abu Nawas. Komandan dan para prajurit terkejut dan merasa heran, ada apa gerangan ini.

Setelah itu, panglima pun mendekati Abu nawas berkata,
"Tuan Abu, maafkan perbuatan anak buahku di sini ya," kata panglima itu dengan sangat sopannya.
laki-laki gagah dan tampan itu memang sudah saling mengenal satu sama lain karena mereka seringkali bertemu ketika sang khalifah mengundangnya ke istana.

Komandan Minta Maaf
Betapa terkejutnya sang komandan dan para prajuritnya.
Perasaan sombong dan congkak yang tadi menyelimuti mereka seakan berubah menjadi rasa takut.
"Wahai Tuan Abu..sebenarnya kebohongan apa yang mereka sangkakn kepadmu?" tanya panglima.

"Wahai panglima, mereka memintaku untuk menunjukkan tempat untuk bersenang-senang, tentu saja aku tunjukkan kuburan karena kuburan adalah tempat yang lebih baik bagi orang-orang yang taat kepada Allah SWT. Di sana pula dia akan mendapatkan hidangan yang nikmat dari Allah SWT, terbebas dari rasa fitnah dan kejahatan manusia dan makhluk lainnya," jawab Abunawas dengan tenangnya.

Mendengar jawaba pemuda itu, segera saja komandan mendekati Abu Nawas dan berkata,
"Maafkan hamba, Tuanku Abu?"
"Andai saja aku mengetahui bahwa tuan adalah Tuan Abu, tentu kami tidak akan berani membawa Tuan ke hadapan Panglima," kata komandan lagi.

"Wahai komandan...apakah aku telah membohongi kalian? Bukankah aku berkata benar? Aku adalah ABDI, dan setiap orang adlah Abdi Allah SWT, termasuk kalian semuanya," kata Abu Nawas.
"Anda benar Tuanku..," jawab komandan.

Komandan dan prajurit yang telah menangkap Abu Nawas merasa malu jadinya.

Itulah cerita singkat humor sufi dari Hikayat Abu Nawas Menipu Komandan Kerajaan, semoga dengan adanya kisah jenaka dari Abu Nawas Menipu Komandan Kerajaan dapat menghibur Anda, juga memberi memberi inspirasi dalam kehidupan kita.

Biografi Abu Nawas

Bagi masyarakat muslim Indonesia, nama Abu Nawas atau Abu Nuwas juga bukan lagi sesuatu yang asing. Abu Nawas terkenal akan kelihaian dan kecerdikannya dalam melontarkan kritik-kritik tetapi dibungkus humor.

Abu Nawas dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik ia digambarkan sosok yang bijaksana sekaligus kocak. Ia sering ditantang oleh raja harun al rasyid maupun oleh teman temanya dengan hal yang aneh, lucu, jenaka, inspiratif, beresiko atau bahkan tidak mungkin terjadi seperti Kisah Abu Nawas Menipu Komandan Kerajaan, yang Anda baca di Atas.

Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Hani Al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.

Masa mudanya penuh yang kontroversi yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, disamping cita rasa kemanusiaan dan keadilan.

Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Alquran kepada Ya'qub Al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said Al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad As-Samman.

Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab Al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah.

Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.

Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.

Dalam Al-Wasith fil Adabil 'Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun Al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq Al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (Sya'irul Bilad).

Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya.

Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid Al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun Al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.

Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah. Dua bait syair di atas merupakan salah satu syairnya yang dapat dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa spiritual yang dalam.

Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun Al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan—tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.

Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.

Mengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti—yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad.